Membekali Anak dengan Softskill
Oleh: Sokat Rachman
Softskill menumbuhkan kreativitas anak (Dok. Pribadi) |
Softskill untuk anak? Memang perlu? Apa pentingnya?
Sebelum kita
bicara soal itu, ada baiknya kita mengenal dulu apa itu softskill.
Softskill merupakan
kemampuan individu dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal) dan
hubungannya dengan orang lain (interpersonal) untuk mendukung kemampuan
teknis yang dimiliki.
Boleh dikatakan
seperti ini, orang yang memiliki kemampuan akademi tinggi belum tentu berhasil
dalam mendapatkan posisi kerja yang diinginkannya. Itu bukan berarti banyaknya
saingan, namun ada faktor individu yang tak disadari menjadi menyebab.
Faktor yang
dimaksud itu adalah kemampuan yang berasal dari dalam diri, itulah softskill.
Softskill sendiri bisa
dibagi dalam tiga kategori, yaitu Intrapersonal skill, interpersonal
skill, dan Extrapersonal Skill.
Intrapersonal Skill
Kemampuan individu
ini lebih menekankan pada kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri.
Misalnya, inisiatif, mengatur waktu, motivasi, berpikir kreatif, kemauan
belajar, mandiri, beretika, disiplin, percaya diri, berpikir kritis, mengatasi
stres, dan berkomitmen.
Interpersonal Skill
Berbeda dengan intrapersonal,
Kemampuan ini akan membuat seseorang mudah menjalin hubungan dengan orang lain.
Kemampuan ini
didukung oleh beberapa faktor antara lain: Mudah berkomunikasi, mampu membangun
hubungan kerja sama, punya jiwa kepemimpinan, bisa bernegosiasi, mudah
mempresentasikan pikirannya, dan mampu bicara di muka umum.
Extrapersonal Skill
Kemampuan yang
ketiga ini adalah sebagai pelengkap dari dua kemampuan sebelumnya, yaitu
bijaksana.
Terdengar remeh,
tetapi nilai inilah yang mengikat kedua kemampuan lainnya dengan selalu
menggunakan akal dan budi dalam mengambil keputusan.
Untuk mudahnya,
bisa dikatakan bahwa kemampuan teknis atau hardskill berasal
dari pembelajaran yang bersifat keilmuan, baik dari sekolah atau di tempat
lainnya.
Misalnya, untuk
menjadi seorang dokter, bisa dipelajari melalui tahapan kuliah dan praktik
sampai mendapat pengakuan profesi.
Lalu, apa gunanya softskill bagi
seorang dokter?
Seorang dokter
yang memiliki kemampuan softskill akan mudah menjelaskan
diagnosanya kepada pasien dan menjawab pertanyaan pasien tanpa sungkan.
Dia juga mudah
beradaptasi dengan beragam latar belakang pasiennya, yang membuat pasien
nyaman.
Selain itu, dia
juga mampu memberi pelayanan prioritas kepada pasien yang dalam kondisi kritis
tanpa mengabaikan pasien yang sudah antre duluan, sehingga tak ada yang merasa
dirugikan. Semua sama-sama menerima.
Kembali ke soal
anak, Softskill memang berperan penting pada keberhasilan
seseorang dalam dunia kerja kelak.
Itulah yang menjadi alasan banyak universitas membekali mahasiswanya dengan kemampuan softskill sebelum mereka lulus, seperti cara berkomunikasi dan menumbuhkan inisiatif.
Itulah yang menjadi alasan banyak universitas membekali mahasiswanya dengan kemampuan softskill sebelum mereka lulus, seperti cara berkomunikasi dan menumbuhkan inisiatif.
Banyak juga pihak
yang membuat seminar atau pelatihan untuk pengembangan softskill ini.
Lalu, apa
hubungannya dengan anak-anak?
Harus diingat
bahwa softskill tidak mudah untuk diajarkan, tapi gampang
untuk ditularkan, sehingga pengembangan softskill sejak dini
akan memudahkan seseorang untuk menguasainya.
Apalagi, sifat
anak-anak selalu ingin meniru orang yang dikaguminya. Terutama orang terdekat,
yaitu orangtua. Membiasakan anak melihat sikap orangtua akan memengaruhi sikap
dan pola pikir anak.
Anak yang melihat
orangtuanya selalu beribadah, peduli dengan tetangga yang mendapat kesulitan,
mudah bergaul, disiplin akan terbentuk sikapnya untuk mengikuti perilaku orangtuanya.
Ada lima unsur softskill yang
bisa dikembangkan pada anak-anak.
Inisiatif
Anak yang memiliki
inisiatif akan selalu menemukan hal-hal baru untuk dilakukan. Biasanya anak ini
akan melakukan berbagai hal tanpa ada perintah dari orangtua. Jadi, ketika ada
PR dari sekolah tidak menunggu perintah lagi untuk mengerjaannya. Atau tanpa disuruh,
akan segera membereskan mainan yang berserakan.
Disiplin
Dengan
kedisiplinan, anak-anak akan tahu kapan waktu main dan kapan saatnya belajar.
Anak yang biasa disiplin mudah untuk membagi waktu, sehingga akan menjadi
bekalnya kelak ketika sudah bekerja.
Percaya diri
Percaya diri ini
bisa dibentuk ketika orangtua memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan
sendiri hal yang diinginkan. Kalau gagal kuatkan anak dan berilah semangat
sehingga anak bisa memperbaiki dengan caranya sendiri, sehingga tumbuh rasa
percaya di dirinya.
Bekerja sama
Masa anak-anak
adalah saatnya bermain. Banyak permainan anak yang mengajarkan rasa kebersamaan
dan keakraban.
Keakraban dengan teman dalam bermain dan berkumpul di satu tempat akan mengikat anak-anak dalam satu ikatan solidaritas.
Anak yang mudah bekerja sama dengan temannya akan mudah menjalin hubungan kerja dengan orang lain ketika masuk dunia kerja nantinya.
Keakraban dengan teman dalam bermain dan berkumpul di satu tempat akan mengikat anak-anak dalam satu ikatan solidaritas.
Anak yang mudah bekerja sama dengan temannya akan mudah menjalin hubungan kerja dengan orang lain ketika masuk dunia kerja nantinya.
Kepedulian
Ketika melihat
orangtua berempati kepada orang yang mendapat kesulitan, anak akan melihat dan
akan menjadi bagian dalam kehidupannya. Kepekaannya itu akan membentuk
kepeduliannya pada lingkungan dan kepada orang yang mendapat kesusahan.
Kelima faktor softskill di
atas bisa ditanamkan oleh orangtua secara alami kepada anak dengan memberikan
kesempatan pada anak untuk berkreasi sesuai dengan inisiatifnya, menjaga
kedisiplinannya dalam tiap kesempatan, dan memberi kepercayaan diri anak
menunjukkan kemampuannya dalam bekerja sama dengan teman seusianya.
Tujuannya agar anak terdorong untuk selalu berbagi dan peduli kepada temannya yang
mendapat kesulitan.
Kepedulian ini
yang akan tertanam pada sikap anak dan terbawa dalam pergaulan di masyarakat
ketika dewasa.
Komentar
Posting Komentar